Tuesday, 16 July 2013

Here to Stay


Monday, July 15, 2013
5:14 PM

Tinggal.

Ketika kita memutuskan untuk tidak pergi atau beranjak ke lain tempat demi urusan yang berbeda. Bisa jadi juga karena keadaan yang seolah menahan kita untuk tetap di sana. Belum turun izin untuk kita berpindah, atau memang karena kita masih dibutuhkan di tempat kita semula.

Beragam tafsir dan persepsi memaknai satu kata itu. Satu keadaan yang bisa jadi berarti baik bagi seseorang, namun mungkin menjadi semacam keburukan bagi orang lain.

Saat satu-dua bahkan sebagian orang pergi, menuju tingkat selanjutnya dari ronde kehidupan, ada saja yang masih berkutat di ronde sebelumnya. Masih belum bisa keluar dari sana. Masih bersabar mencari jalan keluar dari labirin hidupnya.

Mereka yang masih tinggal. Mungkin sempat terbersit di benak mereka, bahwa itu sebuah kemalangan. Berada di belakang, tertinggal. Sudah pasti bukan sang juara jika itu sebuah kompetisi balapan. Betapa menyedihkannya nasib mereka. Belum sanggup menaiki anak tangga kehidupan selanjutnya. Seolah belum bisa melihat dunia dari ketinggian yang sama dengan orang lain.

Satu-dua di antara mereka yang tinggal pun lebih memilih merutuki nasibnya yang dianggap malang itu. Mengapa dan kenapa terlontar berulang kali, tanpa mengetahui apa karenanya. Sungguh kekerdilan yang acap kali berujung pada pengingkaran nikmat. Menyisakan tuduhan-tuduhan tak berdasar bahwa hidup ini tak adil adanya. Tak ada sedikitpun keberpihakan pada dirinya.

Akan tetapi, dapat pula kita temukan sisi lainnya. Sebagian dari mereka yang masih tinggal, agaknya tak beranggapan bahwa itulah akhir segalanya. Tentu, mereka hanya masih tinggal. Belum berkesempatan meraih izin melaju ke pos kehidupan selanjutnya. Tapi, tinggal bukan berarti berhenti. Belum bukan berarti tak akan pernah. Namun, belum tak akan jadi sudah jika tanpa upaya untuk menyudahinya.

Ya, sebagian dari mereka yang masih tinggal memilih untuk tidak pernah berhenti. Mereka terus bergerak. Bermodal utama keyakinan bahwa gilirannya pasti akan jua tiba. Menolak berdiam diri dan pasrah begitu saja pada keadaan. Tiada guna segala kecam dan kecewa. Mereka memilih untuk menikmati perjalanan penuh tantangan yang harus mereka lalui. Menekuni setiap langkahnya dengan pemaknaan yang begitu dalam.

Demikian keikhlasan sebagian mereka yang masih tinggal. Tanpa banyak tuntutan. Hanya meyakini bahwa semua juga tergantung pada diri mereka sendiri. Bahkan, satu-dua mulai menyadari bahwa seakan ada suatu maksud di balik kata tinggal itu. Suatu kehendak mulia yang diselipkan-Nya dalam ketertinggalan itu.

Ya, bahwa ternyata masih ada yang mengharapkan mereka di sana. Di tempat semula mereka berada. Betapa karya mereka masih dinantikan, bahkan menjadi bagian vital bagi kehidupan suatu sistem. Betapa masih ada orang-orang yang membutuhkan kemanfaatan mereka yang tinggal itu. Maka masa ketertinggalan itu pun menjadi makin berharga, bahkan sama sekali tak layak disesali. Waktu yang tersisa itu pun sungguh berarti, tak hanya bagi mereka yang tinggal maupun bagi orang-orang dalam lingkaran sistem itu. Sungguh sebuah kesempatan yang begitu mulia.

Maka, tinggal maupun tertinggal, diinginkan maupun tidak, selalu menyimpan maksud tersendiri di baliknya. Bisa berarti perpanjangan waktu untuk menyempurnakan ikhtiar, keluangan waktu untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, maupun sisa-sisa waktu untuk berbakti lebih demi sebentuk kemanfaatan.

Image taken from: 
http://cache1.bigcartel.com/product_images/96953767/stay-here-framed.jpg

No comments:

Post a Comment