Monday,
July 15, 2013
5:14 PM
Tinggal.

Beragam tafsir dan
persepsi memaknai satu kata itu. Satu keadaan yang bisa jadi berarti baik bagi
seseorang, namun mungkin menjadi semacam keburukan bagi orang lain.
Saat satu-dua bahkan
sebagian orang pergi, menuju tingkat selanjutnya dari ronde kehidupan, ada saja
yang masih berkutat di ronde sebelumnya. Masih belum bisa keluar dari sana.
Masih bersabar mencari jalan keluar dari labirin hidupnya.
Mereka yang masih
tinggal. Mungkin sempat terbersit di benak mereka, bahwa itu sebuah kemalangan.
Berada di belakang, tertinggal. Sudah pasti bukan sang juara jika itu sebuah
kompetisi balapan. Betapa menyedihkannya nasib mereka. Belum sanggup menaiki anak
tangga kehidupan selanjutnya. Seolah belum bisa melihat dunia dari ketinggian
yang sama dengan orang lain.
Satu-dua di antara
mereka yang tinggal pun lebih memilih merutuki nasibnya yang dianggap malang
itu. Mengapa dan kenapa terlontar berulang kali, tanpa mengetahui apa
karenanya. Sungguh kekerdilan yang acap kali berujung pada pengingkaran nikmat.
Menyisakan tuduhan-tuduhan tak berdasar bahwa hidup ini tak adil adanya. Tak
ada sedikitpun keberpihakan pada dirinya.
Akan tetapi, dapat
pula kita temukan sisi lainnya. Sebagian dari mereka yang masih tinggal,
agaknya tak beranggapan bahwa itulah akhir segalanya. Tentu, mereka hanya masih
tinggal. Belum berkesempatan meraih izin melaju ke pos kehidupan selanjutnya.
Tapi, tinggal bukan berarti berhenti. Belum bukan berarti tak akan pernah.
Namun, belum tak akan jadi sudah jika tanpa upaya untuk menyudahinya.
Ya, sebagian dari
mereka yang masih tinggal memilih untuk tidak pernah berhenti. Mereka terus
bergerak. Bermodal utama keyakinan bahwa gilirannya pasti akan jua tiba.
Menolak berdiam diri dan pasrah begitu saja pada keadaan. Tiada guna segala
kecam dan kecewa. Mereka memilih untuk menikmati perjalanan penuh tantangan
yang harus mereka lalui. Menekuni setiap langkahnya dengan pemaknaan yang
begitu dalam.
Demikian keikhlasan
sebagian mereka yang masih tinggal. Tanpa banyak tuntutan. Hanya meyakini bahwa
semua juga tergantung pada diri mereka sendiri. Bahkan, satu-dua mulai
menyadari bahwa seakan ada suatu maksud di balik kata tinggal itu. Suatu
kehendak mulia yang diselipkan-Nya dalam ketertinggalan itu.
Ya, bahwa ternyata
masih ada yang mengharapkan mereka di sana. Di tempat semula mereka berada.
Betapa karya mereka masih dinantikan, bahkan menjadi bagian vital bagi
kehidupan suatu sistem. Betapa masih ada orang-orang yang membutuhkan
kemanfaatan mereka yang tinggal itu. Maka masa ketertinggalan itu pun menjadi
makin berharga, bahkan sama sekali tak layak disesali. Waktu yang tersisa itu
pun sungguh berarti, tak hanya bagi mereka yang tinggal maupun bagi orang-orang
dalam lingkaran sistem itu. Sungguh sebuah kesempatan yang begitu mulia.
Maka, tinggal maupun
tertinggal, diinginkan maupun tidak, selalu menyimpan maksud tersendiri di
baliknya. Bisa berarti perpanjangan waktu untuk menyempurnakan ikhtiar,
keluangan waktu untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, maupun
sisa-sisa waktu untuk berbakti lebih demi sebentuk kemanfaatan.
Image taken from:
http://cache1.bigcartel.com/product_images/96953767/stay-here-framed.jpg
No comments:
Post a Comment