“Sst… jangan
berisik!”
Malam ini Faruq ikut Abi dan Umi pergi ke masjid untuk sholat berjamaah.
Faruq sudah terbiasa ikut serta setiap kali Abi dan Umi sholat berjamaah di
masjid. Sesampainya di masjid, seperti biasa mereka berpisah. Umi naik ke
lantai atas, sementara Abi dan Faruq segera mencari barisan kosong di masjid
bagian bawah. Setelah tak seberapa lama mencari, Abi dan Faruq pun menemukan
tempat kosong untuk mereka. Abi pun segera
menggelar sajadahnya. Mereka mendapat tempat di pinggir masjid.
Usai mengikuti sholat Isya berjamaah, Faruq segera bangkit dan berkata
kepada Abi, “Ayo, Abi kita pulang.” Abi yang baru saja menyelesaikan doanya
malah bertanya, “Lho, Kakak mau pulang? Sholatnya belum selesai, lho,”
Mendengar pernyataan itu, Faruq menahan langkahnya lalu berkata, “Kok,
belum selesai, Abi? Tadi kan udah assalamu’alaykum,”
Kini Faruq memasang tampang bingungnya.
Abi tersenyum dan lalu menyambut tangan Faruq, “Sini, sini, duduk
samping Abi. Kakak, sekarang kan bulan Ramadhan, jadi setelah sholat Isya kita ndak langsung pulang seperti biasanya.
Sholatnya masih ada lagi, namanya sholat tarawih.”
Faruq yang kini telah duduk takzim dalam rangkulan tangan Abi langsung
bertanya, “Sholat tarawih itu apa, Abi?”
“Sholat tarawih itu sholat yang dikerjakan malam hari waktu bulan
Ramadhan. Dikerjakannya berjamaah di masjid. Sholatnya lebih lama dari sholat
biasa. Dulu Nabi Muhammad yang mengajarkan umat Islam untuk sholat tarawih.”
terang Abi dengan sabar.
“Oh, begitu ya, Abi. Kalau begitu aku mau ikut sholat tarawih juga,
deh.” kata Faruq.
“Sip, ya sudah. Nanti kalau Kakak capek, duduk istirahat saja ndak apa-apa, kok.” Abi kembali
mengingatkan sambil mengusap rambut Faruq yang tertutup peci rajutan Umi.
-----//-----
Faruq sedang mengikuti gerakan Abi sholat tarawih berjamaah. Walaupun
belum bisa mengucapkan bacaan sholat sendiri, Faruq tetap mengikuti gerakan
sholat dengan tertib. Faruq sudah terbiasa melakukannya bersama Abi dan Umi.
Saat sampai di pertengahan sholat tarawih, tiba-tiba Faruq mendengar
suara-suara dari arah belakang. Suara itu terdengar seperti suara anak-anak
yang sedang bercanda. Faruq yang semula tenang mendengarkan bacaan sholat yang
diucapkan imam sholat tarawih, jadi tidak bisa berkonsentrasi. Suara anak-anak
itu kencang sekali. Bahkan makin lama malah terdengar makin kencang.
Faruq sempat melirik sedikit ke arah belakang saat sedang rukuk. Rupanya
ada beberapa anak di barisan belakang yang bercanda saling senggol. Sebenarnya
Faruq ingin sekali menghampiri anak-anak yang bersuara berisik itu. Tapi,
tiba-tiba Faruq teringat pesan yang pernah Abi sampaikan dulu, “Kakak, kalau
sedang sholat berjamaah harus mengikuti dari awal sampai akhir. Ndak boleh main-main. Harus tertib dan
tenang,” Faruq pun tidak jadi menghampiri anak-anak yang sedang bercanda itu,
dan memilih untuk meneruskan gerakan sholat sesuai yang dilakukan Abi.
Akhirnya, setelah selesai rakaat sholat yang ditandai dengan ucapan
salam, Faruq langsung berdiri dan beranjak menuju barisan belakang masjid.
Rupanya anak-anak tadi masih terus bercanda. Faruq melewati pinggiran masjid
sambil berhati-hati melangkah agar tidak mengganggu bapak-bapak yang sedang
berdoa. Karena jarak barisan Faruq sampai tempat anak-anak itu tidak terlalu
jauh, Faruq pun segera sampai di sana.
Ternyata Faruq mengenali anak-anak itu. Mereka adalah Eko, Bagus, dan
Iman, teman-teman Faruq di PAUD. Mereka bertiga berjajar di barisan yang sama.
Waktu Faruq sampai di sana, Eko masih tampak usil meniup-niup daun telinga Iman
dan Bagus yang duduk di sebelah kanan dan kirinya. Karena geli, mereka pun
tertawa.
Faruq yang sudah berdiri di hadapan mereka bertiga, langsung beraksi.
Ia meletakkan telunjuk tangan kanannya di depan bibir, sambil membentuk simpul dengan
bibirnya yang mungil. Ia lalu berkata, “Sst… jangan berisik, ya! Nanti Pak
Jenggot marah, lho,” Melihat Faruq di depan mereka, Eko, Bagus, dan Iman
menatap kebingungan. Lalu ketika mendengar Faruq menyebut nama panggilan akrab
takmir masjid yang terkenal tegas itu, ketiga bocah cilik itu pun terdiam
seketika. Mereka sudah ketakutan membayangkan wajah Pak Jenggot yang merah
padam karena marah. Daripada dihampiri Pak Jenggot sungguhan, mereka lebih
memilih duduk tenang saja.
Sebelum kembali ke barisan sholatnya bersama Abi, Faruq kembali
mengingatkan ketiga temannya itu. “Kalau sholat di masjid itu harus tertib. Ndak boleh berisik. Allah ndak suka sama anak yang berisik di
masjid, lho,” Faruq pun segera kembali ke tempat Abi. Eko, Bagus, dan Iman
sekarang duduk terdiam setelah diingatkan Faruq tadi. Mereka tidak berani lagi
berisik di masjid.
-----//-----
No comments:
Post a Comment