"Mas…
ini Gita, Mas…" sapaku berbisik.
Tubuh Mas Gagah bergerak sedikit. Bibirnya seolah ingin mengucapkan sesuatu. Kudekatkan wajahku kepadanya. "Gita sudah pakai jilbab,” kataku lirih. Ujung jilbabku yang basah kusentuhkan pada tangannya.
Tubuh Mas Gagah bergerak lagi.
"Dzikir… Mas," Suaraku bergetar. Kupandang lekat-lekat tubuh Mas Gagah yang separuhnya memakai perban. Wajah itu begitu tenang.
"Gi..ta…,"
Kudengar suara Mas Gagah! Ya Allah, pelan sekali.
"Gita di sini, Mas…"
Perlahan kelopak matanya terbuka.
Aku tersenyum."Gita…udah pakai…jilbab…" kutahan isakku. Memandangku lembut, Mas Gagah tersenyum. Bibirnya seolah mengucapkan sesuatu seperti hamdallah.
Tubuh Mas Gagah bergerak sedikit. Bibirnya seolah ingin mengucapkan sesuatu. Kudekatkan wajahku kepadanya. "Gita sudah pakai jilbab,” kataku lirih. Ujung jilbabku yang basah kusentuhkan pada tangannya.
Tubuh Mas Gagah bergerak lagi.
"Dzikir… Mas," Suaraku bergetar. Kupandang lekat-lekat tubuh Mas Gagah yang separuhnya memakai perban. Wajah itu begitu tenang.
"Gi..ta…,"
Kudengar suara Mas Gagah! Ya Allah, pelan sekali.
"Gita di sini, Mas…"
Perlahan kelopak matanya terbuka.
Aku tersenyum."Gita…udah pakai…jilbab…" kutahan isakku. Memandangku lembut, Mas Gagah tersenyum. Bibirnya seolah mengucapkan sesuatu seperti hamdallah.
-#-
Itulah kisah
Gita. Tokoh adik perempuan dalam cerpen legendaris karya Helvy Tiana Rosa,
berjudul ‘Ketika Mas Gagah Pergi’. Begitulah potongan akhir kisah manisnya
bersama sang kakak, Mas Gagah, yang harus kehilangan nyawa akibat kecelakaan
yang menimpanya.
Seperti
dalam potongan cerita itu, Gita tak sanggup menahan kesedihannya saat detik-detik
terakhir kebersamaan mereka. Seorang adik yang baru bisa memenuhi keinginan
kakaknya-yang menginginkan adiknya dapat menjadi muslimah sejati-di ujung usia
sang kakak. Ketika waktu mereka bersama sudah menipis, tampak begitu besar
keinginan Gita untuk menunjukkan pada Mas Gagah, bahwa kini ia sudah berubah.
Ia telah belajar menjadi muslimah yang baik, seperti yang diajarkan oleh Mas
Gagah padanya.
Gita yang
semula begitu membandel, bahkan cenderung tidak menyukai kebiasaan Islami yang
disukai oleh kakaknya, begitu terpukul ketika akhirnya ia harus kehilangan
sosok seorang pembimbing sekaligus pelindungnya itu. Ia tak ingin menyiakan
saat-saat terakhirnya bersama Mas Gagah, untuk memberi tahu bahwa kakaknya
telah berhasil. Keinginan Mas Gagah telah terwujud.
Adik
perempuannya yang cuek dan tomboy, kini telah bertransformasi menjadi muslimah
cantik yang makin anggun dengan busana takwanya. Ya, sama persis seperti apa
yang diimpikannya selama ini. Mas Gagah pun mengucap syukur terakhirnya atas terwujudnya
keinginan itu. Meskipun di saat-saat terkahirnya.
Betapa
berarti makna yang disuguhkan dalam cerita tersebut bagi kita. Ya, meski di
saat-saat terakhir pun, kesempatan memperbaiki diri itu akan selalu ada bagi
kita. Atau mungkin lebih baik kita pilih jalan amannya saja. Sebelum waktu kita
berakhir, mari kita sempatkan diri untuk menjemput hidayah itu. Ya,
menjemputnya. Karena kesempatan berharga itu mustahil bisa datang dengan
sendirinya, jika kita sama sekali tak membukakan pintu hati untuknya. Sadarilah,
bahwa ini semua tergantung pada diri kita. Kemauan kita. Mau atau tidak untuk
memilih hal yang lebih baik, dan sudah jelas manfaatnya.
Seorang
remaja yang begitu terbius dengan perkembangan zaman seperti Gita saja,
akhirnya bisa mengikhlaskan hatinya untuk menerima kebaikan itu ke dalam
dirinya. Akhirnya ia pun tidak ragu untuk memilih jalan Islam yang lebih baik
bagi perempuan sepertinya. Sadarilah, bahwa waktu kita untuk bisa membuat
keputusan seperti yang Gita lakukan juga masih ada. Tapi perlu kita ingat,
bahwa waktu itu ada batasnya. Jadi, selagi masa aktif kita masih berlaku, dan
selagi kita masih bisa bersama dengan orang-orang yang kita kasihi, apa
salahnya mengambil keputusan baik itu dari sekarang.
Kisah Gita
dan Mas Gagah tersebut tampaknya begitu mampu menghanyutkan kita yang
membacanya. Mungkin alasan itulah yang mampu menarik kalangan sineas Indonesia
untuk menggarapnya menjadi salah satu sinema layar lebar yang dapat dinikmati
oleh penonton Indonesia. Semoga pesan perbaikan diri yang diantarkan oleh kisah
Gita dan Mas Gagah dalam cerita tersebut juga mampu disampaikan dalam film itu
nantinya dengan tak kalah apiknya.
Kini giliran
kita untuk mengambil keputusan berhijab itu dari sekarang dan mengikuti jejak
Gita yang ingin menjadi muslimah sejati serta memenuhi keinginan Mas Gagah-nya.
Apapun motivasi kita untuk berhijab, pastikan kita telah mengikhlaskan jiwa dan
raga kita untuk mengambil langkah besar tersebut. Niatkan semuanya karena
Allah, hingga manfaatnya pun Insya Allah sepenuhnya dapat kembali pada diri kita.
So, Muslimah, don’t worry to beautify
yourself with hijab by now!
Show your beauty from the inside!
No comments:
Post a Comment