Friday,
April 27, 2012
7:27 PM
Hari ini aku ingin
memperkenalkan anggota keluarga baru. Ah,
bukan. Bukan bayi-bayi kucing peliharaan-karena aku memang tidak
memelihara hewan, juga bukan keponakan baru. Dia adalah Emosio. Si Kecil
Emosio. Sepertinya nama itu terlalu berat
baginya.
Hari ini baru saja
aku menjemput sebelas saudara kembar yang tampak sehat dan kuat. Mereka semua
baru saja keluar dari rumah tempat mereka dilahirkan. Sebuah rumah produksi.
Mereka tampak tangguh dengan kulit hitam yang berkesan powerful, sekaligus menggemaskan dengan ukuran mereka yang
nyaman digenggam. Pas rasanya.
Aku pulang dengan
penuh suka cita. Membawa kesebelasnya dalam tas agar terlindung dari segala
apapun yang mungkin akan melukai kulit halus mereka. Bayiku. Mungkin seperti ini rasa yang dialami oleh seorang ibu.
Ibu yang menanti kelahiran buah hati pertamanya. Rasa lega bercampur syukur
menghiasi senyum seorang ibu kala buah cinta mereka lahir. Setelah sekian hari
menunggu, merawat, serta memberi asupan nutrisi pada sang jabang bayi.
Melimpahi si embrio dengan doa, harap, serta kasih sayang. Mencurahkan segala
upaya bagi keselamatan dan kesempurnaan sang bayi. Kemudian saat inilah
kemenangannya. Berlebihankah? Ah, tak apa.
Menikmati kesyukuran
itu, memoriku terlempar ke masa-masa sebelum hari ini. Ya, tentu aku tidak
lupa. Mana mungkin aku lupa. Sebelas
bersaudara ini tidak hanya punya seorang ibu. Mereka punya keluarga besar! Si
Kecil Emosio sangat beruntung. Mereka lahir dalam perhatian penuh dari keluarga
besarnya, para creator-nya. Para
kurcaci.
Kurcaci?
Dalam tim, ah bukan, keluarga ini, semula ada delapan
orang kurcaci. Delapan orang pencatat cahaya hati. Ada si pemimpin-yang paling
senior di antara yang lain, si bijak-yang kerap memberi saran dan masukan
bijak, si penyabar-yang selalu sabar dalam menjalani setiap proses, si
kalem-yang melankolis dan romantis, si pendiam-yang bekerja tanpa banyak kata,
si lugu-yang selalu muncul dengan kepolosannya, si bungsu-yang termuda di
antara lainnya, dan aku sendiri si celoteh-yang paling berisik dari yang lain.
Kurcaci-kurcaci ini
datang dari berbagai latar belakang. Berbeda karakter, beragam personality. Kurcaci-kurcaci ini bergabung
dengan hanya bermodal satu kesamaan. Menulis. Kami suka menulis. Kami ingin
menulis. Kami ingin berbagi melalui apa yang kami tulis. Itu saja. Mimpi yang
sama. Mimpi tentang menulis.
Dan foyla! Kami menyulap mimpi kami jadi nyata. Bukan sulap bukan sihir. Karena
kurcaci-kurcaci ini tidak sedang berada dalam negeri dongeng. Kami telah
berlari bersama, menembus bingkai dongeng itu.
Lalu inilah kami
sekarang. Aku dan tujuh kurcaci lainnya. Orang tua dari si kembar sebelas.
Emosio. Bangga melahirkan mereka, buah hati kami. Karya yang menyimpan sejuta
sensasi. Sensasi emosi yang berbalut kisah penuh arti.
Kini bagiku. Emosio
memang baru lahir. Emosio memang masih kecil. Tapi dia begitu kuat. Begitu
berpengaruh. Dia yang telah memacu adrenalin kepenulisanku. Kelahirannya
membawa energi, yang mengaliri darahku dengan semangat menulis, menulis, dan
menulis.
Emosio adalah bukti.
Bukti bahwa menulis akan selalu menyimpan daya tarik, yang akan mendorong
penulis dengan semangat berkarya. Emosio adalah janji. Janji akan kelahiran
buah karya inspiratif lainnya. Si kecil ini telah membagi energinya. Energi
baru untuk mewujudkan janji tersebut. Terima
kasih untuk energi itu, Nak!
Selamat hari lahir, Emosio!

No comments:
Post a Comment