Friday, 27 April 2012

CerBung April 2012


Panggil Aku Perempuan #3

(cont...)


Nasi Lotek di hadapannya tidak kunjung mengundang seleranya siang ini. Tidak seperti biasanya. Seperti halnya Ari yang hari ini hanya seorang diri mencoba menikmati santap siangnya di kantin. Namun, pikirannya masih berkecamuk. Tentu saja karena perbincangannya dengan Gusti yang terasa digantung semalam.

Ditatapnya berulang kali inbox message di handphone-nya. Mencoba menelisik lebih dalam lagi apa yang dimaksudkan Gusti. Kenapa dia gak jelasin, ya? Apa dia gak tau jawabannya? Tapi firasat gue bilang, dia ngerti apa yang gue maksud. Terus kenapa dia pengen gue ketemu sama orang ini? Siapa sih ini sebenernya? Gumam Ari dalam hatinya, kembali menatap nomor kontak seseorang yang belum dikenalnya itu.

Terus gue mesti gimana nih? Tanya ke orang ini? Gue mesti bilang apa? Masa ujuk-ujuk gue tanya-tanya gak jelas ke ni orang? Dahinya kini dipenuhi lekukan, semakin bimbang akan apa yang hendak ia lakukan selanjutnya. Namun, Ari tetap saja penasaran. Sifat alamiahnya menuntut dirinya untuk mencari tahu apa yang ada di balik semua ini sampai ke akar-akarnya. Tangannya bergerak mengacak rambutnya, kemudian mulai memainkan jari-jemarinya pada tuts-tuts handphone.

“Siang… maaf ini dengan Kak Indah ya? Aku Ari, Kak. Temennya Gusti.” (sending message to 088747632763)

Sekitar tiga menit kemudian.

1 New message from 088747632763:
“Iya betul… saya Indah.. Ari temannya Gusti? Gusti Arsi 2010 maksudnya?”

“Iya Kak. Maaf ganggu makan siangnya nih, sebenernya aku ada pertanyaan yang bikin aku penasaran banget, dan kata Gusti, kalo aku mau nemuin jawabannya, aku bisa hubungin Kakak.” (sending message to 088747632763)

1 New message from 088747632763:
“Mau tanya apa, Dek? Insya Allah, Kakak bantu semampunya, ya…

“Bingung jelasinnya nih, Kak. Kalo kita ketemuan aja gimana? Kak Indah ada waktu kapan?” (sending message to 088747632763)

1 New message from 088747632763:
“Boleh, gimana kalo sore ini? Ba’da ashar?”

“Oke Kak. Aku kosong kok jam segitu. Ketemu dimana Kak?” (sending message to 088747632763)

1 New message from 088747632763:
“Di musholla fakultas aja gimana? Sekalian abis ashar kan?”

“Oke deh, Kak. Nanti aku ke sana ya. Sampai ketemu lagi, Kak Indah. Makasih sebelumnya.” (sending message to 088747632763)

1 New message from 088747632763:
“Sama-sama, Dek. Assalamualykum…
***
Sore itu Ari tergesa menginjakkan kaki ke tempat itu. Sesampainya di sana, ia tampak mencari-cari. Seseorang yang bahkan seperti apa sosok orang tersebut belum pernah terbayangkan olehnya. Tiba-tiba ia merasa ada sentuhan di bahunya, dilengkapi dengan sapaan ramah yang membuat tubuhnya berbalik 180°.

“Ari, ya?” sapa lembut sosok yang kini telah berada di hadapan Ari. Anggukan kecil Ari kemudian membuatnya melanjutkan, “Assalamualaykum.” Wajah perempuan tersebut pun menyeruak mendekati kedua sisi pipi Ari seraya mengucapkan salam. Seketika Ari tampak gugup. Dengan terbata ia membalas salam itu sambil menikmati penyambutan yang baru dialaminya sekali ini. Sedikit aneh, namun Ari merasa menyukainya.

Mencoba mengumpulkan fokusnya kembali, Ari pun mengklarifikasi, “Kak Indah ya?”
Perempuan berkerudung tebal itu pun menjawab seraya menyunggingkan senyumnya, “Iya, Dek. Salam kenal ya.”

Cantik. Itulah yang dikatakan alam bawah sadar Ari atas sosok perempuan di hadapannya. Gamis coklat berpadu dengan kerudung dengan warna senada yang membalut kepalanya hingga melewati batas dada, sangat cocok dengan wajahnya yang cenderung tipikal paras cantik gadis Indonesia. Ramah dan cantik. Ari mempertegas first impression di benaknya.

Di musholla itu, pertemuan Ari dan Indah pun berlanjut dengan perbincangan yang mengalir. Atau mungkin lebih baik disebut sesi curhat. Kenapa orang ini cair banget? Padahal gue baru pertama kali ketemu dia. Itulah yang merangsek di benak Ari saat pertama kali bertemu dengan Indah tadi. Tapi kini ia baru bisa merasakan sensasinya. Nyaman. Ia menyukai seniornya ini. Walaupun baru pertama kali bertemu, tapi Ari tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa mengungkapkan apa yang dirasakannya pada Indah.

Ari pun menceritakan apa yang dirasakannya. Keheranannya pada sikap Gusti. Walaupun Ari menyadari perbedaan sikap yang sangat jelas ditunjukkan oleh Gusti pada kaum hawa, alih-alih merasa didiskriminasi, justru ia mendapati bagian kecil hatinya yang merasa senang. Belum pernah dirasakannya sensasi seperti itu.
“Seneng kayak gimana maksud kamu, Dek?” telisik Indah setelah mendengarkan penuturan Ari. Ia mencari tahu lebih dalam tentang apa yang dirasakan Ari. Mengantisipasi apabila rasa tersebut merupakan serangan virus merah jambu[1].

“Entah ya, Kak. Aku gak biasa aja diperlakukan kayak gitu. Aku merasa dianggap spesial, merasa…. dilindungi,” alis Ari menekuk, tampak ragu.

Indah pun mencoba memahami Ari. Diingatnya bahwa Ari adalah mahasiswi Jurusan Teknik Metalurgi, yang hampir seluruh teman seangkatannya adalah laki-laki. Apa lagi setelah di awal perkenalan tadi Ari berkisah bahwa dia adalah atlet basket di sekolahnya, yang juga merupakan almamater Gusti dan Indah sendiri. Anak ini boyish[2]. Itulah yang terlintas di benaknya, menganalisa kepribadian Ari. “Hmm… Coba kakak liat lagi ya, jadi kamu ngerasa diistemewain gitu? Dimuliain?” selidik Indah lebih jauh.

“Nah, kayak gitu Kak. Persis.” sambar Ari. “Entah kenapa aku ngerasa… tersanjung, atau apa lah, aku bingung milih kata apa…”

Seketika itu pula Indah tersenyum. Ia mulai mengerti. Mahasiswi yang aktif sebagai Kepala Biro Kaderisasi di organisasi yang ia ikuti di kampus ini, telah melihat sebuah peluang. Ya Allah, Alhamdulillah, ini bukan cinta. Semoga ini jadi awal bagi anak ini untuk berproses. Izinkan aku mendakwahinya, ya Rabb. Dipanjatkannya doa memohon ridho-Nya bagi kesempatan dakwah kali ini.

Indah yang segera terfokus kembali, mencoba menjelaskan perlahan pada Ari, “Hmm… gak papa kok, Dek. Perasaan yang kamu rasain itu wajar kok. Kamu pasti bingung ya, kenapa kamu malah suka diperlakukan seperti itu? Kamu ngerasa pengen tau lagi gimana mendapatkan rasa seneng saperti saat kamu diperlakukan seperti itu, iya gak?”

Ari tampak terdiam sejenak. Tampak berpikir dengan bola matanya yang terlihat berputar ke atas. “Aku penasaran banget, Kak. Kayak ketagihan gitu. Aku pengen ngerasain rasa yang sama kayak waktu itu. Walaupun aku ngerasa aneh sendiri, aku yang kayak begini orangnya kok ngerasa begitu ya?”

“Itu alami, Dek. Rasa itu datang dari hati kamu, walaupun kamu gak minta. Itu tandanya kamu normal. Alam bawah sadar kamu terpanggil sebagai seorang perempuan.” terang Indah sekali lagi, masih dengan senyumnya.

Mendengar kata terakhir yang diucapkan Indah, Ari sedikit tersentak. Perempuan? Pikiran terlempar pada kehidupannya selama ini. Hari-hari yang memang lebih sering ia habiskan dengan kegiatan yang selalu melibatkan laki-laki di dalamnya. Mungkin memang lebih pantas disebut sebagai kegiatan laki-laki. Teman sepermainannya lebih banyak laki-laki. Itu memang pilihannya. Ia selalu merasa kurang nyaman berada di antara teman-teman perempuannya. Atau lebih tepatnya merasa tidak nyambung. Ia tidak mengerti segala hal remeh-temeh yang selalu dipikirkan oleh kebanyakan anak-anak perempuan di sekitarnya. Fashion, make-up, perawatan tubuh, dan hal-hal lain yang sering membuat anak-anak perempuan itu jadi terlalu berisik. Gak penting. Setidaknya itulah yang muncul di benak Ari selama ini. Ari yang lebih suka jadi dirinya sendiri. Ari yang tidak tertarik pada urusan mayoritas gadis seumurannya.

Namun, perasaan yang telah diungkapkannya pada Indah sore ini benar-benar mengganggunya. Membuatnya merasa ingin, tapi enggan. Ingin merasakan sensasi perlakuan istimewa seperti itu lagi, namun enggan mempercayai bahwa perasaan itu muncul pada dirinya. Apa ini bener-bener gue? Ari enggan menerima dirinya yang ingin diistemawakan-seperti yang ia rasakan belakangan ini.

Melihat Ari yang masih tampak sibuk dengan pikirannya sendiri, Indah mencoba mengajak Ari belajar lebih dalam lagi. “Gini aja, kakak pengen ngajak kamu pergi ke suatu tempat, tapi gak sekarang.”

“Suatu tempat? Kemana Kak? Apa ada hubungannya sama kegalauanku sekarang? Apa bisa ngebikin perasaanku jadi lebih baik?” ujar Ari.

Insyaallah kakak pengen bantu kamu, Dek. Kakak akan nemenin kamu belajar dari ini semua.” jelas Indah lembut.

“Belajar?” Ari tampak bingung.

Indah hanya membalas pertanyaan Ari dengan senyuman. Tangannya menepuk bahu Ari yang melunglai. Insyaallah, ini saatnya dakwah menyentuhmu, Dek. Gumam Indah dalam hati.
***


[1] Istilah untuk jatuh cinta
[2] Istilah asing untuk tomboy=seperti laki-laki
(to be continued...)



No comments:

Post a Comment