Wednesday, 23 October 2013

#HKS, More Than Just An Indonesian Movie



Dunia perfilman tanah air semakin berwarna dengan kehadiran film “Hanya Kerudung Sampah” yang dirilis pada 29 September lalu. Film garapan rumah produksi Bedasinema Pictures ini mengangkat tema yang berani sekaligus amat sensitif. Melalui drama yang sederhana dan dekat dengan kehidupan masyarakat, film ini ingin menyampaikan kritik sosial terhadap berbagai fenomena yang telah terjadi dewasa ini. Fenomena sosial yang agaknya makin menjamur meski berjuta pasang mata melihatnya sebagai penyimpangan yang abnormal.

Kini tidak bisa dipungkiri bahwa pecandu narkoba, transgender (waria), bahkan penyuka sesama jenis telah begitu populer eksistensinya di kalangan masyarakat. Banyak yang menganggap bahwa mereka adalah wabah dan radang yang menyakiti sendi-sendi moral kehidupan manusia. Namun, sayup-sayup mulai terdengar mulut-mulut yang berkata bahwa mereka juga punya hak, mereka hanya tak punya pilihan lain, dan mereka juga bagian dari masyarakat. Paham-paham yang mulai ditelusupkan untuk membuka pemakluman yang sebesar-besarnya bagi mereka yang dicap menyimpang itu.

Fenomena janggal yang mulai menggelitik berbagai kalangan itu disajikan oleh sang sutradara-Humar Hadi-dalam balutan cerita yang akan membuat siapapun penikmatnya hanyut dalam sebuah refleksi. Melalui kisah Salma (RN. Azizah M.), seorang mahasiswi yang begitu teguh memegang prinsip hidupnya sebagai seorang muslimah. Di tengah perjalanan hidupnya, ia pun mengalami kejadian yang membuka matanya akan suatu hal yang selama ini tak disadarinya. Tentang bagaimana ia memandang orang lain yang berbeda di sekitarnya, juga tentang bagaimana ia memandang dirinya sendiri. Pemahaman yang akhirnya ia peroleh ketika dikenalnya sosok Pingkan (Bismo Satrio), Rio (Abie Jie Assegaff), dan Bayu (Mikoyanoferdi) melalui sebuah buku harian yang tak sengaja ia temukan di kamar kosnya. Sebuah buku harian tua yang mengungkap kisah hidup ketiga sahabat dengan penyimpangan masing-masing itu; Pingkan yang seorang waria pekerja seks, Rio yang seorang pecandu narkoba, dan Bayu yang menyukai sesama jenis.  

Dalam ulasannya, Humar Hadi menyampaikan bahwa film ini berusaha mengungkap tabir di balik fenomena yang mulai merajalela di masyarakat itu. Tentang orang-orang yang banyak dianggap mengalami penyimpangan karena tidak memiliki pilihan lain dalam hidupnya. Mereka yang memilih jalan menyimpang tersebut atas nama hak asasi manusia. Perjuangan orang-orang menyimpang dalam upaya kembali meluruskan jalannya yang dikisahkan dalam film ini, menggambarkan bagaimana HKS berusaha menunjukkan bahwa sesungguhnya tidak ada yang lebih baik selain menjalani kehidupan sebagaimana mestinya. Bahwa penyimpangan bukanlah satu-satunya pilihan, namun masih terbuka kesempatan bagi siapapun yang ingin kembali pada fitrahnya sebagai manusia. Siapapun, dengan catatan kehidupan segelap apapun, punya peluang untuk menuju cahaya-Nya kembali.

Sajian yang menggugah dari film berdurasi 50 menit ini, pastinya menjadi angin segar bagi insan pecinta film di Indonesia. Sehingga bukan hanya soal keuntungan semata, melainkan pesan moral serta teknik sinematografi yang berkualitaslah yang menjadi nilai tambah bagi film ini. Tentunya, tidak ada yang lebih baik daripada mampu tersampaikannya pesan moral tersebut secara massif kepada kalangan masyarakat, khususnya kaum muda Indonesia. (fun)

Image taken from: 
http://umankady.blogspot.com/2013/06/resensi-film-pendek-hanyakerudungsampah.html 

No comments:

Post a Comment