Wednesday, 19 September 2012

Seberapa cadas hidupmu?

Tuesday, September 18, 2012
10:26 PM

Sekedar sebuah pemaknaan terhadap hidup ini. Kehidupan yang katanya hanya datang sekali. Setiap momennya tidak akan terulang di kemudian hari.

Indah suramnya, semua bergantung pada bagaimana kita memaknainya.

Tak akan lengkap jika hidup kita hanya garis lurus tak berkelok sedikit pun. Tak akan seru jika hidup kita mulus saja tanpa ada kerikil barang sebutir pun. Betapa datarnya hidup kita jika seperti itu adanya.

Mari menatap hidup kita lebih jeli!

Satu dua pribadi merasa hidupnya terlalu kejam. Agak berlebihan mungkin. Rasanya tak lengkap hidupnya jika tak diwarnai dengan ratapan atas nasibnya sehari-hari. Seperti mendapat kepuasan tersendiri ketika dunia telah mengetahui betapa hari-harinya dipenuhi dengan rintangan yang supersulit untuk dikalahkan. Betapa lega hatinya ketika kesah itu telah berhasil terlontarkan satu demi satu. Kalimat-kalimat serapah yang sejatinya tidak akan mengubah satu keadaan sedikit pun, tanpa hadirnya aksi nyata dari sang pemilik hidup.

Betapa satu hal yang sesungguhnya tidak penting untuk ditunaikan.

Tidakkah kita berpikir bahwa kerikil atau bahkan cadas yang melintang di hadapan kita sesungguhnya memiliki kemenarikan tersendiri? Bukankah itu tampak seperti sebongkah tantangan yang menanti untuk ditaklukkan? Bayangkan! Jika kita berhasil mendaki jengkal demi jengkal sisi-sisi bebatuan yang tajam itu. Alangkah bangganya! Bahkan semakin runcing, terasa lebih baik. Seberat apapun, ikhlas itu akan meringankannya. Sungguh sebuah kesempatan. Sungguh kesulitan pun akan menjadi sebuah kesyukuran. Karena yakin akan janji-Nya, adalah senjata andalan. Bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Begitu janji-Nya.

Yakinlah bahwa kita adalah hamba pilihan. Dengan kapasitas istimewa, melebihi makhluk-makhluk sebayanya. Kita terpilih untuk kisah hidup penuh labirin itu. Kita yang terpilih sebagai penakluk tebing batu nan curam itu. Kita telah terpilih sebagai penggenggam api perjuangan yang menyejarah itu. Hanya karena kita mampu. Hanya karena kita tangguh. Kitalah pilihan-Nya.

Satu hal lagi. Ketika kepercayaan diri itu sudah mencapai batasnya. Ketika rasa itu sudah enggan tampil ke depan. Bukan saatnya untuk kembali meratapi. Tapi. Inilah saat yang tepat untuk melihat. Memandang sekeliling kita, lebih seksama. Ingat kembali! Kita tidak sendiri. Dunia ini tidak sesunyi itu. Bangunlah! Masih banyak orang lain di luar sana. Mereka yang sama-sama memiliki hidupnya sendiri. Sama-sama menjemput kehidupan mereka sendiri. Hidup yang juga tak pernah mereka tau ke mana rimbanya pergi. Entah ke pantai berpasir nan lembut dan hangat, ataukah ke jurang curam yang berbatu. Mereka sama tidak mengertinya.

Tengoklah lagi! Bebatuan milik mereka banyak yang lebih cadas. Mungkin berpuluh kali lipat cadasnya dibanding milik kita. Meskipun bukan seperti itu pula yang mereka inginkan. Tak jauh berbeda dari keinginan kita. Tapi lihatlah! Mereka tetap berjalan. Bersusah payah berdiri di atas kaki mereka sendiri. Meski satu dua dengan nyata keterbatasan di sana-sini. Namun itulah mereka. Hanya menikmati. Karena itu yang bisa mereka lakukan. Apa adanya mereka rasakan.

Tersenyumlah! Lagi! Tanpa banyak timbang, tanpa perlu menakar ulang. Karena hidup kita memang tak ada duanya. Hanya milik kita, dan beginilah adanya. Sungguh sayang untuk disiakan. Sungguh berharga untuk dihamburkan. Karena setiap cadasnya adalah kenikmatan.

Maka, nikmatilah!

No comments:

Post a Comment