Brain, beauty, and behavior. Itulah
slogan yang sering digunakan untuk merepresentasikan nilai tambah yang wajib
dimiliki oleh seorang wanita dalam suatu kontes kecantikan. Tiga hal yang
menjadi kualifikasi dasar bagi seorang wanita untuk berhak dinobatkan sebagai
wanita tercantik di dunia. Ribuan wanita dari berbagai negara di dunia pun
berbondong-bondong berpartisipasi untuk meloloskan diri sebagai perwakilan dari
negaranya dalam ajang internasional tersebut. Semacam menjadi pilihan yang
begitu menggiurkan bagi sejumlah besar wanita di dunia.
Hal itulah yang kini tampak menjadi tren di berbagai belahan dunia.
Kontes-kontes kecantikan serupa makin marak diselenggarakan, mulai dari tingkat
daerah sampai dengan taraf internasional. Meski konsep yang diterapkan
berbeda-beda secara teknis untuk masing-masing wilayah penyelenggara, namun
substansinya tetap sama yakni menilai dan memilih wanita tercantik dari ribuan
kontestan. Penilaian secara praktis pada kepribadian seorang wanita hanya demi
meraih sebuah gelar yang hanya bisa disandang selama 1 tahun.
Kecerdasan, kecantikan, dan kemuliaan perilaku seolah menjadi hal yang
mudah untuk dinilai dari seorang wanita dalam waktu yang relaif singkat.
Segalanya pun seperti rela dilakukan oleh setiap kontestan untuk mampu
menunjukkan keunggulan masing-masing dalam ketiga kualifikasi tersebut. Bahkan
tak sedikit wanita yang rela menanggalkan hijabnya demi memperlihatkan
kecantikan mahkotanya. Tampaknya ajang kontes kecantikan semacam ini telah
memberi pengaruh yang cukup signifikan pada sejumlah wanita.
Tren ini bisa jadi mampu mengubah paradigma para wanita mengenai sosok
wanita panutan bagi mereka. Hal ini mungkin juga dialami oleh wanita Indonesia.
Jika di masa perjuangan dulu wanita Indonesia memiliki sosok R.A. Kartini
sebagai tokoh yang telah memperjuangan kemerdekaan perempuan, maka bisa jadi
saat ini di mata sebagian besar wanita di Indonesia sosok tersebut telah
tergantikan oleh puteri-puteri cantik yang telah berhasil menjuarai kontes
kecantikan tersebut.
Dapat dibayangkan ketika perjuangan seorang Kartini di masa-masa sulit
seperti dulu, dengan tulisan-tulisannya yang mampu menggerakkan hati
orang-orang di sekitarnya saat itu. Hingga kini wanita Indonesia telah dapat
merasakan hak-hak asasi yang sama seperti kaum pria, dapat dengan bebas merdeka
memilih jalan hidup mereka masing-masing. Lantas sosok pejuang wanita itu
tergantikan begitu saja oleh wanita-wanita modern masa kini jebolan
kontes-kontes kecantikan ternama, yang melejitkan namanya hanya dalam waktu
semalam. Betapa sebuah substitusi yang tak sebanding.
Sejatinya kecerdasan, kecantikan, dan kemuliaan perilaku tidak hanya
bisa dimiliki oleh para puteri tercantik di dunia tersebut. Tapi juga seluruh
wanita di muka bumi ini sebenarnya terlahir dengan cikal bakat cerdas, cantik,
dan berakhlak mulia. Tentunya dengan cara masing-masing. Kontes kecantikan
sesungguhnya hanya menyempitkan kategori cantik itu sendiri. Mengkotak-kotakkan
paradigma manusia mengenai kadar kecantikan yang sebenarnya. Dengan adanya
kontes kecantikan, orang-orang kemudian akan dipaksa menyepakati bahwa wanita
cantik itu ialah seperti para kontestan. Padahal entah siapa yang telah
menetapkan standar kecantikan dalam kontes kecantikan tersebut.
Cerdas, cantik, dan berakhlak mulia tentunya bisa dicapai oleh wanita
manapun di negeri ini yang menginginkannya. Tentunya jika ketiga parameter
tersebut tidak dikerucutkan pada satu standar penilaian saja. Setiap wanita
bisa jadi cantik dengan caranya sendiri. Tidak mesti menjadi sosok seperti para
wanita yang mengikuti ajang kontes kecantikan.
Karya dan bakti pada masyarakat juga tidak hanya bisa dilakukan oleh
seorang wanita tercantik di dunia. Sebagaimana diketahui bahwa biasanya seorang
wanita yang telah memenangkan kontes kecantikan akan menjalani tugas sosial
selama 1 tahun. Wanita manapun di dunia ini juga bisa melakukan hal itu jika
mereka mau. Karena sebenarnya banyak sekali sudut masyarakat di dunia ini yang
membutuhkan kepedulian dari wanita-wanita cerdas yang mampu mengulurkan tangan
penuh kepeduliannya. Bahkan pengabdian sosial tersebut dapat dilakukan sampai
kapanpun, tidak terbatas hanya selama 1 tahun.
Oleh karena itu, sesungguhnya tak ada alasan bagi wanita manapun di
dunia ini untuk berkecil hati hanya karena tidak tampil serupa dengan
wanita-wanita peraih gelar puteri tercantik di dunia. Bukankah seorang istri
pasti terlihat paling cantik di mata suaminya? Bukankah seorang ibu juga adalah
wanita tercantik bagi puteranya? Kecantikan itu pun sesungguhnya bisa
senantiasa diperjuangkan dalam proses, tentunya dengan menerapkan standar
kecantikan yang hakiki. Bukan hanya seperti yang distandarkan dalam kontes
kecantikan. Kecantikan yang datangnya dari dalam diri, alami, dan tercermin
dalam kemuliaan budi pekerti. Karena siapapun bisa jadi Kartini masa kini,
siapapun bisa jadi wanita tercantik bahkan tidak hanya di dunia ini.
Image taken from:
http://jacentabarel.files.wordpress.com/2010/10/missworld2010pageant.jpg
No comments:
Post a Comment