Wednesday,
March 06, 2013
2:37 AM
Kenyataan yang
selalu jadi cerita tersendiri ini sangat jelas di mata kita. Terutama bagi kaum
intelektual muda yang baru saja menuntaskan masa studinya dari perguruan
tinggi. Fenomena ini ialah menyemutnya para pencari kerja di bursa-bursa
lowongan kerja.
Berhasil lulus dari
bangku perkuliahan, sudah barang tentu menjadi sebuah mimpi yang dimiliki oleh
hampir semua mahasiswa di negeri ini. Biasanya impian itu diikuti oleh beberapa
harapan lainnya untuk dicapai setelah berhasil merebut gelar dari universitas.
Ya, harapan untuk episode kehidupan mereka yang lebih baik nantinya.
Satu hal ini lah
yang paling banyak mewarnai dunia baru para wisudawan di negeri ini. Berebut
mencari pekerjaan yang jumlahnya sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah
pencarinya sendiri. Betapa sudah menjadi pemandangan yang sudah tidak asing
lagi, ketika kita melihat lautan manusia tiba-tiba muncul di bursa lowongan
kerja. Manusia-manusia itu lah para pencari kerja yang begitu gigih
memperjuangan daftar riwayat hidup dan keahlian yang mereka miliki. Bak
mempromosikan diri mereka pada setiap perusahaan yang ada.
Seketika mereka
menjelma menjadi ikan-ikan yang lapar. Ribuan ikan kelaparan yang berebut
potongan umpan-umpan kecil. Umpan? Ya, umpan-umpan kecil berwujud lowongan
kerja di sejumlah perusahaan.
Idealnya, wisudawan
sekarang ini memang tidak lantas menceburkan dirinya ke dalam lautan pencari
kerja itu. Seperti yang selalu dikampanyekan oleh sejumlah pihak termasuk
perguruan tinggi mereka sendiri, bahwa menjadi pencipta lapangan kerja adalah
seratus kali lebih baik dibandingkan ikut berkontribusi sebagai salah satu
pencari kerja di negeri ini. Tentu saja menciptakan lapangan kerja itu berarti
menjadi salah satu pelaku bisnis mandiri, hingga justru dapat ikut menyediakan
kesempatan kerja bagi orang lain.
Tapi tentu saja
tidak dapat kita pungkiri bahwa tidak semua orang memiliki kesempatan langsung
untuk mencapai prestasi yang satu itu. Berbagai kendala menjadi hal klasik yang
menunda keinginan mereka untuk segera berbisnis mandiri. Biasanya karena alasan
ketidaktersediaan modal yang memadai untuk memulai sebuah bisnis. Juga karena
sudah barang tentu bahwa terjun ke dunia bisnis berarti bertaruh dengan seribu
kemungkinan resiko kegagalan. Ya, memang butuh mental juara untuk terjun ke
dunia itu. Butuh kesiapan yang super matang untuk menggeluti dunia bisnis.
Sebenarnya bukan
mustahil adanya bagi seseorang untuk berhasil menjemput sukses di dunia bisnis,
sekalipun berbagai macam kendala menghadangnya di awal. Tentunya dengan
berbagai strategi jitu dan ide-ide kreatif yang bisa diterapkannya hingga mampu
mengakali kendala-kendala tersebut. Mungkin dengan memanfaatkan pinjaman modal
dari bank untuk yang bermasalah dengan modal usaha misalnya, atau dengan
memulai bisnis secara patungan agar resikonya bisa ditanggung bersama. Semua
itu tentunya harus didukung dengan nyali setinggi langit yang sama sekali tidak
takut dengan kegagalan yang mungkin terjadi. Terlebih lagi, kata optimis adalah
satu prinsip tersendiri yang sepertinya wajib dianut oleh pebisnis muda negeri
ini.
Tantangan di sana
memang besar sekali. Bahkan, mungkin sebagian besar orang lebih memilih untuk
menunda keputusan berbisnis itu, dengan dalih ingin berlatih di dunia kerja
terlebih dahulu sambil mengumpulkan modal untuk bisnis yang akan dikembangkan
kelak. Ya, keputusan awal itu kembali lagi pada pilihan untuk ikut meramaikan
bursa pencari kerja di negeri ini. Turut memperebutkan umpan-umpan kecil yang
tampak begitu menggiurkan itu.
Satu hal lagi yang
kerap menjadi hal yang lumrah sepertinya di negeri ini. Bahwa ikan-ikan kecil
yang kelaparan tadi lebih senang berebut umpan yang lebih bermerek dibandingkan
yang lain. Umpan-umpan branded yang
memiliki nama dan gengsi tersendiri di belantika industri tanah air. Semakin
terkenal merek umpan tersebut, maka makin berdesakan pula ikan-ikan yang
berebut untuk melahapnya.
Itulah satu
kenyataan lagi yang sudah tampak jelas di negeri ini. Memang alasan yang logis
menjadi latar belakang yang cukup bisa diterima akal sehat. Semakin baik
kualitas umpan yang dilahap-yang dalam hal ini biasa dilihat dari mereknya-maka
itu pertanda semakin baik pula nutrisi yang bisa diperoleh oleh ikan-ikan itu.
Semakin tinggi prestige dari perusahaan
yang berhasil dimasuki, maka semakin tinggi pula gaji yang mungkin bisa
diperoleh. Belum lagi pengalaman dan image yang
nanti akan didapatkan dari perusahaan tersebut, sudah barang tentu menjadikan
kemakmuran sebagai iming-iming yang memikat para pencari kerja untuk bisa
mengidolakan perusahaan tersebut.
Satu logika berpikir
yang juga perlu kita sadari sebagai suatu hal yang paling mungkin terjadi di
sini ialah, bahwa semakin banyak peminat yang mengincar posisi di suatu
perusahaan, maka peluang setiap orang untuk berhasil mendapatkan posisi
tersebut tentu akan semakin kecil. Masuk akal, bukan? Ya, dan itu pula lah yang
sedikit banyak mempengaruhi jumlah pencari kerja yang masih tersisa di tanah
air. Tentunya kita tidak ingin menjadi salah satu di antara yang tersisa itu,
bukan?
Lalu bagaimana
caranya untuk memperkecil kemungkinan kita menjadi yang tersisa di belakang?
Satu hal yang sebetulnya juga cukup logis untuk mengantisipasi hal itu ialah,
dengan cara memilih pasar kita sendiri. Pasar yang unik, yang tidak banyak
dijejali oleh pembeli lain. Umpan yang bukan merupakan primadona bagi ikan-ikan
lapar yang lain. Peluang kita mendapatkannya jelas jadi lebih besar, bukan?
Bagi sejumlah orang
mungkin pilihan itu sama sekali tidak menarik. Kurang bergengsi lah, tidak menantang lah, tingkat prestasinya tidak sama lah, dan berbagai alasan lainnya. Jika setiap orang berpikir
seperti itu maka kondisinya tidak akan banyak berubah. Mungkin dalam hal ini
kita dituntut untuk sedikit mengesampingkan ego dan ambisi. Mulai memahamkan
diri bahwa masih banyak peluang lain yang sama baiknya di luar sana. Perusahaan
lain yang juga bisa jadi tempat kita mengaplikasikan ilmu jika kita
memasukinya. Meski tidak sebergengsi yang lain, walau tidak sebonafit lainnya.
Biarpun selera kita tidak sama seperti orang lain.
Ya, bahwa setiap
kita telah memiliki tempat masing-masing untuk berkarya. Seberapa besar atau
kecil pun karya yang dapat kita hasilkan di sana, asalkan itu bisa memberi
manfaat bagi orang lain, kenapa tidak? Itulah yang sebaiknya juga menjadi salah
satu pilihan kita saat ini. Berkarya di mana pun asal dilandaskan niat yang
mulia dan dicapai dengan cara yang baik. Maka niscaya kesuksesan yang
sebenarnya akan jadi buah karya kita kelak. Yeah,
let's be optimist!
Image from:
http://klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2012/05/15/46193/540x270/kaum-muda-indonesia-banyak-menganggur.jpg
Image from:
http://klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2012/05/15/46193/540x270/kaum-muda-indonesia-banyak-menganggur.jpg
No comments:
Post a Comment