Monday, 25 February 2013

Extraordinary Special

Monday, February 25, 2013
7:56 AM

A daughter, a wife, a mother. Ketiganya memiliki definisi yang berbeda. Juga deskripsi peran yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri. Tapi, ada satu kesamaan dari ketiganya. Ya, mereka semua adalah wanita. Mereka adalah kita, para muslimah.

Betapa istimewanya peran seorang muslimah dalam hidupnya. Memperoleh kesempatan mengampu tiga amanah sekaligus dalam satu waktu. Mungkin bisa disebut triple degree. Belum lagi jika kita mengingat satu peran lagi yang belum sempat tersebutkan, yakni sebagai bagian dari masyarakat. Makin bertambah saja peran dari seorang muslimah. Ya, muslimah biasa yang perannya sungguh luar biasa.

Mendapati kenyataan itu, mungkin berbagai persepsi akan muncul di benak kita, para muslimah. Ada yang merasa bangga, karena merasa lebih berbakat daripada kaum pria. Ada yang merasa tertantang, karena amanah itu sangat menarik untuk ditaklukkan. Atau ada yang takut, karena tanggung jawab mereka tidak bisa dianggap remeh.

Di luar semua persepsi itu, satu hal yang harus kita setujui ialah bahwa kita tentu akan mencapai masa di mana semua tanggung jawab itu akan jatuh di pundak kita.

Acap kali, suatu kondisi yang dilematis kadang terjadi pada sejumlah wanita. Di saat dia mulai merintis sebuah rumah tangga dengan pendamping hidupnya. Mulai dari saat itu, status sebagai seorang istri resmi tercantum dalam riwayat hidupnya. Amanahnya pun secara otomatis bertambah. Sementara itu, dia sendiri masih merasa sebagai seorang anak yang merupakan bagian dari keluarga orang tuanya. Di mana dia menganggap bahwa berbakti kepada kedua orang tua merupakan tanggung jawab utama dari seorang anak, yang juga harus ia penuhi.

Dia harus menjadi seorang istri yang baik. Menaati sang suami, serta mendukung peran suaminya sebagai kepala rumah tangga. Tapi di lubuk hatinya yang terdalam, tak bisa dipungkirinya bahwa ia merasa masih memiliki kewajiban untuk membalas kebaikan orang tuanya selama ini. Mungkin dalam bentuk mendukung perekonomian keluarga. Hal ini yang mungkin paling sering terpikirkan oleh sejumlah wanita. Lalu, mana yang harus dia utamakan?


Ketika seorang wanita sudah berganti perwalian, maka sebenarnya sudah selesai kewajibannya pada keluarga intinya. Kini kewajibannya pada suaminyalah yang seharusnya menjadi fokus utama. Suamilah yang kemudian memiliki kewajiban kepada keluarga. Baik rumah tangganya, keluarganya sendiri, maupun keluarga istrinya. Maka, dengan mendukung suami, wanita juga dapat ikut berkontribusi pada keluarganya.


Lalu, dengan cara apa kita bisa mendukung suami kita untuk melaksanakan kewajiban pada keluarga? Salah satunya yakni dengan membantu memperkuat perekonomian keluarga. Karena itu memang salah satu wujud bakti terhadap keluarga yang paling konkret. Dan mungkin itu pulalah yang paling banyak dilakukan oleh sejumlah wanita. Sebagaimana bahwa sedekah yang paling utama ialah kepada kedua orang tua.

Sejumlah wanita acap kali mengambil keputusan untuk berkarir demi membantu meringankan beban suaminya. Banyak sekali pertimbangan yang melatarbelakangi wanita untuk melakukan hal itu. Karena memang kebutuhan yang meningkat, atau karena si wanita memang memiliki keahlian yang mampu mendukungnya untuk berkarir di bidangnya.

Pada dasarnya, seorang istri tidak memiliki kewajiban untuk mencari nafkah. Karena sudah tentu tanggung jawab itu dipegang oleh suaminya. Namun, jika kondisi rumah tangga memang memerlukan dukungan lebih, maka seorang istri diperbolehkan untuk melakukan suatu pekerjaan demi membantu suami menopang perekonomian keluarga. Tentunya jika hal itu juga disetujui oleh sang suami. Pada kondisi ini, suami dan istri bisa saling mendukung dan berbagi beban satu sama lain.

Seorang istri yang berkarir pun harus mampu menjaga batasan dan persyaratan yang berlaku. Di antaranya ialah sepak terjangnya di dunia karir nantinya tidak menimbulkan fitnah, mampu menjaga dirinya sendiri, serta menjaga nama baik suami dan keluarga di dunia luar. Dengan begini, berkarir pun dapat menjadi amalan tersendiri bagi seorang istri.

Namun, selagi menikmati peranan sebagai seorang istri yang berkarir, kita perlu mengantisipasi satu hal. Hal ini ialah ketika kita menjadi seorang ibu. Tentu tidak ada larangan bagi seorang wanita yang sudah memiliki anak untuk tetap berkarir demi membantu suaminya, selama suaminya mengizinkan. Namun, tentu saja seorang ibu tidak boleh sama sekali melalaikan kewajiban terhadap anaknya. Apalagi jika itu terjadi karena alasan karir atau pekerjaan.

Ketika kita sudah menjadi seorang ibu, seharusnya anak merupakan fokus utama perhatian kita. Dia menjadi orang nomor satu yang berhak atas waktu dan seluruh jiwa raga kita. Jika suatu hal yang buruk terjadi pada tumbuh kembang anak kita, tentu kitalah orang pertama yang patut disalahkan. Dan kita pulalah yang harus memperbaiki semuanya.

Itulah yang perlu kita sadari benar sebagai seorang wanita. Bahwa tidak ada yang bisa menggantikan perhatian serta kasih sayang seorang ibu bagi anaknya. Oleh karena itu, berkarir demi niat mendukung suami sekalipun perlu kita pertimbangkan kembali dengan tidak mengabaikan hak-hak si kecil. Toh, jika nanti waktu kita bercengkerama dan mendidik si kecil terampas karena karir yang begitu padat, kita pula sebagai seorang ibu yang akan merasakan kehilangannya. Dan rasa bersalah kemudian  akan mengganggu hari-hari kita. Tentu bukan itu yang kita harapkan terjadi, bukan?

Maka menjadi penting bagi seorang wanita untuk memikirkan secara mendalam dan matang, sebelum ia memutuskan untuk berkarir nantinya. Pertimbangkan keputusan itu secara jangka panjang. Apakah kita benar-benar perlu bekerja untuk membantu suami atau tidak? Apakah jika keputusan itu yang diambil, maka kemanfaatanlah yang akan lebih banyak kita rasakan? Atau justru sebaliknya?

Jika memang berkarir adalah jalan yang perlu kita tempuh, pertimbangkanlah hal-hal positif dan negatif dari karir yang akan kita jalani nantinya. Proyeksikan juga apa yang akan terjadi pada karir kita di masa depan. Naik pangkatkah? Pindah tugaskah? Buka cabang bisnis di kota lainkah? Hubungkan itu semua dengan kondisi kita di masa yang akan datang. Punya anakkah? Kebutuhan anak kita terhadap ibunya, dan lain sebagainya.

Pikirkan sejak dini trik-trik khusus dalam berkarir yang bisa kita terapkan. Misal dengan pemilihan bidang karir yang memungkinkan kita untuk tetap bisa mengurus anak dan kebutuhan rumah tangga, memilih pekerjaan dengan jam terbang yang tidak terlalu tinggi, dan sebagainya.

Semua tentang pilihan hidup bagi kita, para wanita. Kita bebas memilih mana keputusan yang akan kita ambil. Tapi tentu saja, sebagai seorang muslimah kita dituntut untuk menjadi pemilih yang cerdas. Memilih dengan memperhatikan berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan, sehingga mampu mengoptimalkan peran serta kemanfaatan yang bisa kita berikan nanti.

Memang tidak mudah. Tapi, nikmati saja seninya. Peranan kita sebagai seorang muslimah memang sangat kompleks. Termasuk peranan lain yang belum sempat kita bicarakan di atas. Tapi di semua peranan itulah justru terletak ladang amal yang sangat luas bagi kita. Tentu jika kita bisa memanfaatkannya dengan bijak. Tak perlu merasa frustasi dulu karena tanggang jawab besar yang menanti kita itu. Jika kita mampu berpegang teguh pada niat yang lurus karena-Nya, maka Dia sendirilah yang akan menunjukkan kemudahan dan kelapangan pada kita. Jadi, tak perlu kita berkecil hati selama kita selalu bersama-Nya.

Nikmatilah peran kita sebagai muslimah. Dan jadikan setiap langkah kita penuh dengan nafas Islam dan kebaikan. Berbanggalah sebagai muslimah. Karena kita luar biasa istimewa.

Picture sources: 
http://beritapks.com/wp-content/uploads/2012/01/Istri-cium-tangan-suami-ilustrasi-istri-taat-suami-300x225.jpg
http://muslimahzone.com/assets/2012/02/ibu-dan-anak-ilustrasi.jpg 

No comments:

Post a Comment